Mengolah Data Menjadi Karya Sastra: Pandangan Riri Satria tentang Cerpen dan Puisi

( Riri Satria, Dosen, Pakar Digital, Penulis dan Penyair )

7detik.com - Sastra - Mengolah data menjadi karya budaya dan sastra adalah proses kreatif yang melibatkan kemampuan untuk melihat informasi dan pengalaman manusia secara mendalam. 

Menurut Riri Satria, pakar teknologi sekaligus penulis, data, baik berupa fakta, statistik, maupun pengalaman hidup—dapat menjadi bahan baku yang kaya untuk menciptakan karya sastra seperti cerpen dan puisi. Baginya, data bukan sekadar rangkaian informasi, tetapi potret kehidupan yang mengandung cerita, emosi, dan makna yang mendalam, yang bisa dipahami melalui kacamata sastra.

Data sebagai Refleksi Realitas Kehidupan

Riri Satria berpendapat bahwa data dalam pengertian yang luas menggambarkan pengalaman manusia. Data ini bisa berupa fenomena sosial, peristiwa sejarah, atau bahkan pengalaman pribadi yang diolah menjadi cerita atau puisi. "Setiap peristiwa dan fakta di dunia ini sebenarnya adalah data. Dan ketika data tersebut diolah dengan intuisi kreatif, ia dapat menjadi medium untuk mengekspresikan pengalaman batin manusia," ungkapnya.

Sebagai contoh, peristiwa sejarah seperti perjuangan kemerdekaan, perkembangan budaya di suatu daerah, atau kehidupan sehari-hari masyarakat bisa dianggap sebagai data yang kaya akan nilai-nilai budaya. Ketika seorang penulis mampu menangkap esensi dari data tersebut dan mengolahnya menjadi cerita, ia telah berhasil mengangkat data menjadi karya sasrra yang bermakna.

Dalam puisi, data ini sering kali diungkapkan melalui simbolisme dan metafora. Seorang penyair mungkin akan mengambil peristiwa kecil dalam kehidupan sehari-hari—seperti hujan yang turun atau percakapan singkat antara dua orang—dan mengubahnya menjadi representasi dari emosi yang lebih besar, seperti kesedihan, cinta, atau harapan. Riri Satria berpendapat bahwa dalam puisi, data menjadi sesuatu yang abstrak namun tetap menyimpan kedalaman makna.

Proses Kreatif Mengolah Data

Bagi Riri Satria, proses mengolah data menjadi karya sastra adalah proses yang membutuhkan pemahaman mendalam terhadap konteks dan esensi dari data tersebut. Data tidak bisa sekadar diubah menjadi cerita atau puisi tanpa ada refleksi mendalam. “Mengolah data menjadi karya sastra itu seperti memahat batu kasar menjadi patung yang indah. Ada proses yang panjang dan penuh pertimbangan, bahwa hidup dan menyusun sebuah karya seperti menyusun sebuah batu. Butuh keseimbangan agar tak mudah roboh bila dihantam ombak atau air” jelasnya.

Dalam cerpen, misalnya, data yang diambil dari kehidupan nyata bisa diubah menjadi narasi yang menggambarkan dinamika karakter, konflik, dan latar yang kaya. Cerpen tidak hanya menceritakan kejadian, tetapi juga menggambarkan sisi-sisi kemanusiaan yang tersembunyi di balik fakta-fakta tersebut. Riri Satria mencontohkan bahwa kisah hidup seorang pekerja keras di desa yang berjuang melawan kemiskinan bisa diangkat menjadi cerpen yang menggugah, karena cerita itu membawa pembaca pada pemahaman yang lebih dalam tentang perjuangan hidup manusia.

Sementara itu, dalam puisi, Bang Riri percaya bahwa data lebih sering kali diolah menjadi bentuk yang lebih ringkas dan emosional. Sebuah puisi bisa menggambarkan peristiwa besar dalam sejarah, tetapi disampaikan dalam bentuk metafora yang membuat pembaca merenung lebih dalam tentang makna di balik data tersebut. "Puisi memiliki kekuatan untuk menyampaikan pesan yang padat, tetapi sarat makna," elasnya. Puisi mampu merangkum pengalaman manusia dalam bentuk yang lebih esensial, tanpa kehilangan kompleksitas dari data asli.

Mengubah Data Menjadi Karya Budaya

Dalam konteks budaya, data yang dikumpulkan dari tradisi, adat istiadat, dan kehidupan masyarakat juga memiliki peran penting dalam membentuk karya sastra yang bernilai. Bang Riri Satria menggarisbawahi bahwa sastra tidak pernah lepas dari akar budayanya. Data tentang kebiasaan, kepercayaan, dan nilai-nilai masyarakat bisa diolah menjadi cerita atau puisi yang tidak hanya menggambarkan kehidupan individu, tetapi juga kehidupan suatu komunitas.

Sebagai contoh, tradisi lisan dalam suatu budaya adalah bentuk data yang diwariskan dari generasi ke generasi. Tradisi ini mengandung cerita, legenda, dan mitos yang mencerminkan kepercayaan masyarakat. Ketika seorang penulis mengambil data ini dan mengolahnya menjadi cerpen atau puisi, ia tidak hanya menciptakan karya sastra, tetapi juga melestarikan warisan budaya tersebut.  Riri Saria menegaskan. Menurutnya karya sastra yang berhasil sering kali adalah karya yang bisa menggambarkan kondisi sosial-budaya masyarakat, karena sastra adalah cerminan dari realitas sosial yang ada.

Selain itu, Riri Satria juga melihat bahwa dalam karya budaya, data yang diolah dengan baik dapat menjadi media untuk memperkuat identitas dan nilai-nilai setepa aau  local wosdim . Ia mencontohkan bagaimana cerita rakyat, sejarah daerah, atau mitologi bisa dijadikan landasan dalam karya sastra yang mengangkat identitas kebudayaan tertentu. Dengan demikian, karya sastra berfungsi sebagai jembatan antara data budaya dan nilai-nilai yang hidup di masyarakat.

Data sebagai Inspirasi Karya Sastra

Dari berbagai referensi saya menyimpulkan bahwa data itu bukan hanya sesuatu yang kaku, tetapi juga bisa menjadi sumber inspirasi tanpa batas. Data dari kehidupan sehari-hari, seperti interaksi manusia, konflik, atau pengalaman emosional, dapat diolah menjadi karya yang mencerminkan kehidupan secara keseluruhan. 

"Karya sastra yang baik adalah karya yang mampu menangkap dan merangkum data tentang kehidupan dengan cara yang membuat pembaca merenung dan melihat dunia dari sudut pandang yang berbeda," tutur Riri Satria, yang rupanya sangta sepaham dengan pendapat itu.

Dalam peralanan diskusi, saya sangat sependapat dengan Riri Saria yang berkali-kali menekankan bahwa kemampuan seorang penulis untuk mengolah data menjadi karya sastra tergantung pada sensitivitasnya terhadap pengalaman manusia. Ia percaya bahwa seorang penulis yang baik tidak hanya mampu membaca data, tetapi juga mampu merasakan dan mengolahnya menjadi karya yang memuat nilai estetika dan moral.

Di mata Riri Satria yang memang menekuni dunia data science, data tidak hanya berfungsi sebagai faka mentah yang diproses secara teknis, tetapi juga sebagai ssuau yang dapat diolah menjadi karya sastra yang penuh makna. Baik dalam bentuk cerpen maupun puisi, data dapat menjadi medium yang menggambarkan kompleksitas kehidupan manusia dan budaya. 

Saya setuu dengan pendapanya yang rmenekankan bahwa mengolah data menjadi karya sastra adalah proses kreatif yang memerlukan pemahaman mendalam, empati, dan kemampuan untuk melihat makna di balik fakta-fakta.

Terakhir, saya sependapat dengan Riri Saria bahwa data bukanlah sesuatu yang harus ditakuti atau dihindari oleh para penyair ataupun penulis sastra lainnya, tetapi justru harus dijadikan sumber inspirasi untuk menciptakan karya sastra yang mencerminkan realitas kehidupan dan budaya masyarakat, karena karya sastra lahir dari cara kita memandang dan mengolah dunia di sekitar kita.


Penulis:
Rissa Churria adalah pendidik, penyair, esais, pelukis, aktivis kemanusiaan, pemerhati masalah sosial budaya, pengurus Komunitas Jagat Sastra Milenia (JSM), pengelola Rumah Baca Ceria (RBC) di Bekasi, anggota Penyair Perempuan Indonesia (PPI), saat ini tinggal di Bekasi, Jawa Barat, sudah menerbitkan 7 buku kumpulan puisi tunggal, 1 buku antologi kontempelasi, serta lebih dari 100 antologi bersama dengan para penyair lainnya, baik Indonesia maupun mancanegara. Rissa Churria adalah anggota tim digital dan siber di bawah pimpinan Riri Satria, di mana tugasnya menganalisis aspek kebudayaan dan kemanusiaan dari dunia digital dan siber.)