Puisi Kenangan, Di Musim Panen: "Koriyah Mayek."

 

( Diantara semua musim, dan di musim itulah, aku menemui banyak hal tentang apapun itu.)

7detik.com - Sastra Puisi Koriyah Mayek


I/

MUSIM PANEN

Pawon si-Mbok tak lagi sepi
Begitu wangi janur kuning
Melambai di depan rumah 

Kami bercengkrama dengan genap bertanda
Hari yang ditunggu kan tiba

Tangerang, Mei 2024


II/
 
LAGU KENANGAN ITU

Jalan ini begitu licin
Ketika kita melewatinya dulu 
Aku yang terpeleset karena restu semesta
Meski pelan-pelan saat menyusurinya

Lagu sepanjang jalan yang sering kita nyanyikan dulu
Kini kudengar lagi membawa gundah gulana

Kenangan itu datang
Sebab di antara kita gagal menapaki tangga-tangganya

Pondok pasar, Mei 2024


III/
 
SAMBUT KEMARAU

Dan hari ini penuh drama katamu?
Butiran singgang yang dengan susah payah kaukumpulkan dari selokan ke selokan sawah milik orang
Semua telah tumpah

Setiap perjalanan penuh liku memang
Kita harus mensyukurinya
Mungkin bukan rejeki hari ini, esok kau cari lagi
"Bagaimana kabar bapak, dik?
Apa, masih panas badannya dan bagaimana ibu?"

Merajut sepi di antara rindu yang jauh di sana
Duh, betapa sesak dada ini

Tangerang, Mei 2024


IV/

SEBAB KITA BERJARAK

dan aku menulis namamu
dan pada lipatan surat itu
dan nama yang selalu ada
dan ketika matahari bersinar begitu cerah namun aku tetap basah dalam rintik gerimisku sendiri
surat biru itu tak pernah terbaca lagi tentang cinta 

dan aku sama sepertimu
dengan kesadaran mencintai kata-kata
aku menulis namamu sekali lagi
pada lipatan surat itu
agar kau tak sendiri
agar kau tetap setia
barangkali jarak menguji kesabaran
namun jangan ucapkan perpisahan

Tangerang, 2024


V/

AWAL DAN AKHIR PERTEMUAN

Dan engkau datang juga pada acara karnaval tahunan di desaku, engkau yang telah melukis rekah bunga matahari itu, meski tak terdengar riuh suara hati, aku memendam rindu teriring gerimis basah kelopak matamu, ketika surat merah nan lalu tak pernah terbaca olehmu, pada malam yang kian pucat di langit muram,

hijau dedaunan telah robek di pagi buta, ketika rumpun bambu masih terikat rapat, lampu-lampu menjerit dalam cahaya di sebuah desa

Dan engkau pulas dibuai aroma wewangian perawan suci
Sepasang merpati pun masih terpejam dalam sangkarnya. Hanya bingkai itu bersaksi, tentang perayaan dan doa-doa yang belum tuntas, lelaki dan malam adalah sama. Sama-sama diam, sama-sama menjaga semesta, menjaga rasa cemburunya, sebab tak pandai mencuri kekasihnya dari pelukan nasib, dan kecupan sinar mentari

Pondok pasar, Juli 2024
Biodata Penulis:

Mayek, nama pena untuk koriyah, lahir di Brebes, jawa tengah. 31 Mei 1977. Penulis lulusan madrasah ibtidaiyah. Keseharian sibuk berdagang warung nasi (warteg) kini tinggal di Tangerang pindahan dari Brebes, menyukai puisi sejak lama dan menyempatkan menulis puisi meski dengan jelajah bahasa yang terbatas. Telah menerbitkan 5 buku antologi tunggal: Lubuk Semesta (2021). Cemara Angin (2022) Seberkas Rindu (2022) Resonansi Jiwa (2023) Mawar Dan Kamu (2024) dan mengikuti beberapa penerbitan antologi bersama di beberapa grup sastra gawai