( Foto dokumen Wahyu Toveng)
7Detikdotcom JAKARTA - Pameran Karya Seni Lukis "To be Wise" digelar di 75 Gallery, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, melibatkan 10 Pelukis yang pernah dan masih tergabung dengan Sanggar Garajas (Gelanggang Remaja Jakarta Selatan), mereka antara lain, Abdussalam, Agus Budiyanto, Didiet Kadito, Ernawan Prianggodo, Hudi Alfa, Ireng Halimun, Jan Praba, Poppy Drews-Liem, Q’bro Pandamprana, dan Tony Q Rastafara. Terdapat 47 lukisan karya mereka yang dipamerkan sejak sejak 8 hingga 18 Februari 2025. (Foto dokumentasi Wahyu Toveng.)
Pameran tersebut dikuratori oleh Anna Sungkar dan dikoordinir oleh Ireng Halimun, sedangkan Catatan Pameran disampaikan oleh Bambang Bujono, seorang Penulis dan Kritikus Seni Rupa. Pembukaan pameran sendiri berlangsung pada Sabtu 8 Februari 2025 pukul 15.00 WIB, dibuka oleh Cosmas Gozali, seorang Arsitek dan Pecinta seni, dengan dihadiri oleh para perupa jabodetabek, pecinta seni lukis, pemerhati seni rupa, dan awak media. Tony Q Rastafara sempat tampil dengan gitar akustik membawakan satu lagu karyanya, dan Peteater Yogi Kalmas juga tampil membawakan monolognya.
Pemilik 75 Gallery, Fendy dalam keterangan tertulisnya menyebutkan, dalam upaya memajukan kesenian, khususnya seni rupa, perlu dibangun kerja sama yang baik antara beberapa pihak (stake holder), sehingga terjalin komunikasi dan kolaborasi yang harmonis supaya
tercipta jaringan komunitas yang lebih luas untuk memublikasikan karya."Beberapa pameran yang telah digelar di 75 Gallery mendapat apresiasi yang sangat baik dari para pecinta seni, kolektor, pejabat publik, dan apresiator lainnya. Oleh karena itu kami selalu melakukan evaluasi terhadap kegiatan yang telah dilaksanakan dan terus berusaha melakukan proyeksi ke depan dalam meningkatkan kualitas dari berbagai program yang telah kami rancang."
Ungkap Fendy.
Sementara Ireng Halimun selaku Koordinator Acara Pameran menjelaskan bahwa Pameran yang digelar memang tidak mengatasnamakan Pengurus Sanggar Garajas saat ini, namun dengan adanya Pameran tersebut dapat dimaksudkan sebagai wujud penghargaan, pengingatan, dan tanggung jawab seluruh peserta pameran, dalam menaikkan citra Sanggar Garajas dengan kompetensi yang dimiliki masing-masing anggotanya.
"Lantaran kami sering bertemu dalam beberapa event seni lukis (seni rupa), muncullah gagasan untuk menggelar pameran karya seni lukis di 75 Gallery, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan. Judul “To be Wise” diangkat dalam upaya menunjukkan bahwa para pelukis yang berusia lebih-kurang 60 tahunan ini memilih cara yang bijaksana dalam proses penciptaan karya seni lukisnya. Kami tidak meletup-letup dalam membuat karya yang kontroversial, sebaliknya kami membuat karya yang artistik, dapat menyenangkan, dan mencerahkan para apresiator," ungkap Ireng Halimun.
Adapun beberapa judul karya lukis dari total 47 karya yang ditampilkan peserta pameran, di antaranya
"Unlimited" karya Abdus salam, berukuran 340x150 cm, dengan medium Cat akrilik di kanvas, dilukis 2024.
"Dragon in Red" karya Agus Budiyanto, berukuran 55x70 cm, dengan medium Cat air di kertas, dilukis 2021.
"Dyah Pitaloka" karya Didiet Kadito, berukuran 77x77 cm, dengan medium Campuran, dilukis 2023.
"Wise Man" karya Ernawan Prianggodo, berukuran 135x200 cm, dengan medium Cat minyak di kanvas, dilukis 2024.
"Jakarta in the Morning" karya Hudi Alfa, berukuran 104x124 cm, dengan medium Cat akrilik di kanvas, dilukis 2024.
"Antara Herbal dan Medikal" karya Ireng Halimun, berukuran 135x155 cm, dengan medium Cat akrilik di kanvas, dilukis 2023
"Tari Betawi" karya Jan Praba, berukuran 150x100 cm, dengan medium Cat akrilik di kanvas, dilukis 2023.
"Eruption of Mount Agung", berukuran 90x120 cm, dengan medium Cat minyak di kanvas, dilukis 2018.
"Pohon Beton" karya Q’bro Pandamprana, berukuran 50x80 cm, dengan medium Cat akrilik di kanvas, dilukis 2016.
"Gus Dur" karya Tony Q Rastafara, berukuran 80x80 cm, dengan medium Cat akrilik di kanvas, dilukis 2009.
Pada Catatan Pameran, Bambang Bujono, selaku Penulis dan Kritikus Seni Rupa, sambutannya secara tertulis dalam maupun saat acara pembukaan menyoroti tentang kemonotonan yang terjadi pada dunia Seni Lukis, ia menyebutnya dengan tajuk, "Lukisan Yang Itu-Itu Saja."
"Saya katakan, mesti ada perupa yang “Kurang Ajar”, menciptakan karya yang tidak “itu-itu saja." Adakah sejauh ini karya-karya Garajas telah keluar dari yang “itu-itu saja." Akan tetapi, kita juga bisa bertanya, karya
seni rupa yang “itu-itu saja” itu seperti apa?
Dengan kalimat lain, pertanyaan tersebut mempertanyakan karya seni
rupa yang dianggap baik.
Pertanyaan ini bisa lebih mengerucut, adakah kriteria tentang karya seni rupa yang baik? Perjalanan seni rupa “modern” Indonesia, sejauh ini baru ada satu konsep
yang bisa dijadikan dasar menilai baik dan buruk sebuah karya seni rupa. Itulah yang dicanangkan oleh S Sudjojono, bahwa lukisan adalah "Jiwa Ketok." Saya menafsirkan pernyataan Sudjojono bahwa segala unsur seni lukis pada lukisan mencerminkan proses yang terjadi dalam jiwa.
Sedangkan Anna Sungkar, selaku Kuratorial Pameran menyoroti terjadinya minim dialog dan komunikasi yang terjadi di dalam berbagai kelompok Seniman di Jakarta.
"Kemiripan tema dan manifestasi visual pada karya dari kelompok-kelompok yang muncul di Jogja disebabkan tempat tinggal para seniman itu dekat satu sama lain, bisa disebut mereka bertetangga. Sehingga terjadi saling tukar, saling intip, respons-merespons, serta bersaing untuk mendapat pencapaian tertinggi atas ide dan craftmanship.
Sementara para seniman Jakarta lebih individualis, ada kendala jarak, hidupnya demikian jauh terpencar dan dibutuhkan effort serta waktu yang lama untuk dapat berkumpul. Sehingga terjalinnya sebuah kelompok seni di Jakarta penyebabnya lebih kepada hubungan intra-personal ketimbang kesamaan ide visual." Tulis Anna Sungkar.
Cosmas Gozali, seorang Arsitek dan Pecinta Seni, sebelum membuka pameran, turut pula menyampaikan pandangannya, ia menyebutkan bahwa segala sesuatu itu berevolusi, manusia berevolusi, seni rupa berevolusi, sehingga dari hal itu seorang seniman harus melihat, apakah eksistensinya akan terus bertahan, atau kemudian hanya memberikan suatu tanda pada suatu saat saja. Ini menjadi sangat penting untuk seniman yang terus mengembangkan diri.
"Karena usia tidak muda lagi, seseorang merasa menjadi lebih senior, dan terkadang tidak mudah menerima masukan dari mereka yang lebih muda, padahal seseorang berkarya bukan hanya untuk sesama senior saja. Sejatinya seorang seniman harus selalu bereksperimen, dan terkadang mereka baru menemukan jatidiri di usia senja. Seniman pula harus membuka diri serta bersinergi dengan evolusi yang terjadi di luar dirinya, karena perubahan terus terjadi di setiap detik kehidupan." Ujar Cosmas Gozali.
(Wahyu Toveng)